Spartan BMKG

Regional Fire Management Resource Center-Southeast Asia (RFMRC-SEA) IPB University menggelar webinar dengan tajuk Pencegahan Kebakaran Hutan, Peringatan Dini, Pemantauan, dan Pelaksanaan di Lapangan, (25/11).

Georg Buchholz, perwakilan dari German Agency for International Cooperation (GIZ). Di dalam presentasinya memaparkan sejauh mana peran Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) dalam mencegah kebakaran hutan di Indonesia.
Ia menyebutkan bahwa peran PKH dapat ditingkatkan dengan fokus pada pengelolaan air di kawasan gambut, memberikan pengetahuan serta akses pasar untuk produk pertanian tanpa tebang dan bakar, membentuk brigade pencegahan kebakaran terpadu bersama institusi lain, serta membina komunikasi yang baik di dalam PKH maupun dengan institusi lain.

“Semua elemen penanggulangan kebakaran sebetulnya sudah ada di Indonesia. Namun masih kurang koordinasi dan sharing ilmu antar instansi dan sektor,” pungkas Georg Buchholz.

Sementara itu Dr Agie Wandala yang merupakan perwakilan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memaparkan sistem peringkat bahaya kebakaran yang dijalankan BMKG. Sistem ini disebut Fire Hazard Rating System (FDRS) yang digunakan untuk menentukan tingkat potensi kebakaran hutan dan lahan. Sistem FDRS dibangun berdasarkan parameter cuaca seperti temperatur, tingkat kelembaban, intensitas angin, serta curah hujan.

“FDRS dapat membantu mengurangi atau mencegah kebakaran hutan. Ia juga menjadi pedoman dalam merencanakan intervensi terhadap ancaman bahaya kebakaran dan penyebarannya,” ujar Dr Agie.

Dr Agie menyebutkan sebagai upaya meningkatkan peran serta layanan BMKG, pada 1 Desember tahun 2021 mendatang BMKG berencana melakukan soft launching sebuah platform mitigasi dan kesiapsiagaan kebakaran hutan yang disebut SPARTAN. SPARTAN merupakan akronim dari sistem peringatan kebakaran hutan dan lahan. Platform SPARTAN nantinya akan dapat diakses melalui laman spartan.bmkg.go.id.


“Informasi yang tersedia dalam SPARTAN diantaranya sistem peringkat bahaya kebakaran (indeks spartan), hotspot, geohotspot, pemantauan radar cuaca, IR satelit, deteksi asap, visibilitas, curah hujan, prediksi cuaca, dan prakiraan asap,” papar Dr Agie.

Pemaparan ketiga disampaikan oleh Dr Hoang Viet Anh yang merupakan perwakilan dari Vietnamese Academy of Forest Science (VAFS). Menurut penuturan Dr Hoang, Vietnam menggunakan data elektronik dari satelit untuk mendeteksi kebakaran hutan. Data yang diperoleh kemudian diolah dan disajikan melalui web firewatchvn.kiemlam.org.vn.

“Data perubahan pada hutan dan lahan berupa kegiatan, insiden, penggunaan, kepemilikan, tipe hutan, spesies, volume, kualitas, dan kondisi lokasi diperbaharui setiap tahunnya,” ujar Dr Hoang.
Meski begitu Dr Hoang menyampaikan masih banyak aspek yang harus ditingkatkan untuk menambah efektivitas dari program mitigasi. Langkah yang dapat diambil dapat berupa peningkatan akurasi deteksi kebakaran melalui peningkatan algoritma deteksi. Selain itu juga perlu menggunakan teknologi yang telah ada untuk memudahkan pemilik lahan dalam mengakses prakiraan risiko dan deteksi kebakaran hutan.

“Saat kebakaran hutan sudah terjadi, perencanaan dan operasi pemadaman kebakaran bisa ditingkatkan dengan penggunaan drone, pemetaan situasi waktu nyata, dan pembangunan pusat kendali,” pungkasnya. (SWP/Zul)

original post :

https://ipb.ac.id/news/index/2021/11/webinar-pencegahan-kebakaran-hutan-ipb-university-studi-banding-indonesia-dan-vietnam/92caac5c734391e3958124d49d4f07e7